Pemerintah membuat kebijakan baru menyangkut penyelesaian tenaga honorer di selruruh Indonesia, terutama bagi mereka yang tidak masuk dalam database usulan menjadi CPNS, dengan memprioritaskan pengangkatan mereka pada tahun 2010.
Demikian hal itu dikemukakan HM Izzul Islam, anggota Komisi II DPR RI ditemui di kediamannya di Sandik Gunungsari, Lobar, Selasa (20/4) kemarin.
Dijelaskan Izzul, rapat panitia kerja DPR bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan Nasional, BAKN, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Keuangan pada 15 April lalu bersepakat membagi kriteria para tenaga honorer ini dalam empat kelompok.
Kelompok pertama ditujukan bagi tenaga honorer yang memenuhi syarat sesuai PP 48 tahun 2005 jo PP 43 tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS namun tercecer, terselip, tertinggal atau sengaja dimasukkan dalam database, dengan kriteria diangkat pejabat yang berwenang dan bekerja di instansi pemerintah.
Lainnya, penghasilannya dibiayai APBN/APBD dengan masa kerja 1 tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus, dan usianya tidak lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006. Mereka ini disetujui diangkat tanp tes, tapi hanya melalui verifikasi dan validasi. “Tenaga honorer kelompok ini menjadi prioritas pada tahun 2010 untuk diangkat menjadi CPNS,” terang Izzul yang juga mantan Wakil Bupati Lobar ini.
Selanjutnya, untuk kelompok kedua memiliki kriteria hampir sama dengan kelompok pertama, hanya bedanya berlaku bagi tenaga honorer yang telah memenuhi syarat sesuai PP nomor 48 tahun 2005 jo PP Nomor 43 tahun 2007, namun tidak dipekerjakan di instansi pemerintah.
“Contoh, tenaga honorer yang diangkat kepala dinas tapi ditugaskan sebagai penyuluh pertanian atau perawat yang ditugaskan di desa-desa,” kata Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan NTB ini.
Sedangkan untuk kelompok ketiga diperuntukkan bagi tenaga honorer dengan kriteria diangkat oleh pejabat yang tidak berwenang, bekerja di instansi pemerintah, penghasilannya dibiayai bukan dari APBN/APBD dengan masa kerja 1 tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus, dan usianya tidak lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006.
Tenaga honorer kelompok ini disetujui diangkat menjadi CPNS melalui tes sesama tenaga honorer serta mempertimbangkan pendekatan status dan kesejahteraan. Maksudnya, terang Izzul Islam, mereka bisa diangkat menjadi CPNS maupun PNS tapi pada saat pensiun hanya menerima pesangon. “Misalnya dari dinas mengangkat tenaga honorer karena kebutuhan di dinas tersebut, tapi gajinya tidak jelas,” imbuh dewan dari daerah pemilihan NTB ini.
Sedangkan untuk kelompok keempat dengan kriteria diangkat pejabat yang tidak berwenang, bekerja bukan di instansi pemerintah, penghasilannya juga bukan dibiayai dari APBN/APBD, namun memiliki masa kerja 1 tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus, dan usianya tidak lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006, Panja DPR dan pihak pemerintah menyepakati akan diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri dengan pendekatan status dan kesejahteraan.
“Contohnya tenaga honorer yang ada di pondok pesantren yang diangkat oleh ketua yayasan. Mereka ini tidak menjadi CPNS maupun PNS tapi akan diberi penghasilan yang setara dengan UMR di provinsi setempat melalui sharing anggaran antara APBN dan APBD,” terang Izzul Islam.
Dia berharap kebijakan pemerintah ini dapat segera disambut baik pihak pemerintah daerah agar tidak didahului oleh oknum-oknum tertentu yang ingin memanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
“Sebab sudah ada saya dengar, belum-belum, ada tenaga honorer yang mengajukan berkas untuk pengangkatan sebagai CPNS dengan persyaratan seperti itu, tapi ditolak. Ini banyak BKD yang tidak mau tahu dan tidak mau menerima dengan alasan menunggu dari Dikpora,” katanya.
Izzul Islam sendiri bersama anggota Komisi II yang juga anggota Panja DPR lainnya yakni Jamal Aziz, atas penugasan dari Ketua Panja yang juga Ketua Komisi II DPR RI, DR Taufik Efendi, telah menyosialisasikan kebijakan pemerintah ini dalam pertemuan dengan Ikatan Guru Honorer se NTB di Gedung Graha Praja Provinsi NTB pada 18 April lalu, namun sayang dari pihak Badan Kepegawaian Daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota hanya mengutus perwakilan.
Ketidak hadiran para kepala badan terkait kebijakan bagi para tenaga honorer ini sangat disayangkan, padahal sosialisasi kebijakan ini untuk pertama kali dilakukan di NTB. Bahkan dihadiri pihak BAKN.
“Kenapa kita sosialisasi pertama di NTB karena yang pertama kali yang mengundang adalah Ikatan Guru Honorer se NTB. Mungkin dia sudah dengar ada program pemerintah pusat seperti ini,” kata Izzul Islam. (Idham Halik)
source: http://www.sumbawanews.com/